Tragedi Prio 1984: Tragedi Kemanusian Era Orba

oleh Prima Sp Vardhana / Radio Nederland
SEKITAR 25 tahun silam, di tempat sama terjadi sebuah peristiwa pelanggarn HAM (Hak Asasi Manusia) berat. Korban tragedi tersebut ada dua versi. Menurut pemerintah tidak lebih dari 80 korban jiwa, tapi menurut saksi mata Husein Safe (64th), jumlahnya lebih dari 300-an jiwa lebih. Dasar pertimbangannya adalah pemandangan yang disaksikan oleh mata kepalanya:
"Saya lihat tentara mengangkuti mayat demikian banyaknya. Truk tentara bolak-balik mengangkut mayat-mayat yang berserakan dijalan," kata pria betubuh agak legam itu dengan menitikkan air mata.
Tragedi itu bermula dari kabar burung, bahwa empat hari sebelum banjir darah di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, 1984. Anggota ABRI bernama Hermanu dikabarkan masuk ke mushala warga tanpa membuka sepatu. Hermanu mencopot dan merobek pamflet yang mengeritik kebijakan pemerintahan Soeharto. Soal Pancasila sebagai asas tunggal.
Sang tentara bahkan dikabarkan menyiram sebagian mushala dengan air got. Warga marah. Sepeda motor Hermanu dibakar. Empat warga yang membakar sepeda motor pun ditahan di Kodim Jakarta Pusat.
12 September 1984, warga menggelar Tabligh Akbar dekat kantor polisi. Ada ribuan jemaah yang berkumpul. Isi ceramahnya keras dan kritis terhadap pemerintahan Orde Baru. Barang langka kala itu. Ratono, salah satu korban Tanjung Priok, saat itu ikut berceramah.
Ratono: "Dan bagi semua yang menindas, pasti akan hancur dan kita kan tegar. Acara 25 tahun tragedi berdarah Tanjung Priok, orang yang berani mengeritik kebijakan pemerintah Orde Baru pada waktu itu sangat langka."
Demo damai
Sejam sebelum tengah malam, hujan turun. Tokoh masyarakat Amir Biki mengajak jemaah Tabligh Akbar untuk berdemo ke Kodim, menuntut pembebasan empat warga mereka yang ditahan di sana. Husein Safe ada di barisan terdepan.
Husein Safe: "Jam 10 malam itulah, baru ada rencana demo ke Kodim. Itu demo ya, bukan maksudnya apa-apa. Kita demo meminta empat teman kita dipindahkan ke sini, ke polres. Nah, karena itu kan urusan polisi bukan urusan TNI, nah itu yang kami minta."
Berjarak dua meter dari tentara, warga dihadang. Ada sebelas tentara, semuanya dalam posisi siap menembak.
Kaki Husein Safe tertembus peluru. Di kiri kanan Husein, orang mati atau terluka.
Rombongan kedua yang dipimpin Amir Biki pun tiba. Maksud hati hendak menyelamatkan Husein dan kawan-kawan. Lagi-lagi disambut dengan kekerasan. Rentetan tembakan hanya sepuluh menit, tapi terasa seperti sepanjang malam.
Tak lama empat truk dan satu mobil pemadam kebakaran datang. Korban tewas dan luka diangkut. Aspal yang hitam kemerahan langsung disiram air.
Jadi buron
Kisah penculikan mengisi fragmen berikutnya. Warga yang terlibat pengajian itu satu per satu menghilang. Ratono berupaya menghindar dengan tinggal berpindah-pindah.
Ratono: "Kayaknya ini sudah nggak aman. Saya langsung kabur, lari pulang. Pertama ke Ciputat, ke Bogor sebentar, terus Cianjur. Ya buronanlah, sampai terakhir saya ke Pandeglang. Pas 40 hari persis saya ditangkap. Itu pun karena isteri saya, yang terus diikutin sama intel. Gitu kan."
Aminatun yang membantu memperbanyak dokumen kronologis penembakan warga di Tanjung Priok, ikut diangkut bersama kakaknya.
Aminatun: "Malam tanggal 14 itu, digerebek rumah saya. Jam 12 saat saya mau tidur. Terus ketok-ketok pintu gitu loh. Ternyata melihat kakak saya sudah diborgol."
Ratono dan Aminatun dicecar pertanyaan seputar malam Tabligh Akbar. Lewat tangan tentara, siksaan mampir ke tubuh mereka.
Ratono: "Pokoknya tiga orang gebukin saya dari belakang. Di depan juga ada, terus sampai meleng begini kan di sel itu diborgol. Sampai saya bilang, Allahu Akbar! Tiga orang gebuk saya, meleng begini kan. Dihajar saya, Duash! Sampai pingsan, baru berhenti. Terus disetrum, Ces-ces-ces!"
Aminatun: "Waktu itu depresi saya, karena waktu itu, tiap malam diganggu. Jadi ditakut-takutin, ada yang mau memperkosa, ada yang mau masuk, mau dibunuh segala. Ya, sebenarnya, kalau buat saya kalau dibunuh itu kan mati, nggak masalah. Kenapa pakai ada suara-suara siksaan-siksaan. Jadi diperdengarkan suara-suara siksaan-siksaan itu setiap malamnya."
Dosa Turunan
Bertahun-tahun peristiwa berlalu, masih menyisakan kepedihan bagi keluarga korban. Hidup Wanmayetty sontak berubah begitu ayahnya menghilang dari bumi, pasca tragedi Tanjung Priok. Hidupnya berjalan terseok-seok. Sekolah mandek, cita-cita disimpan lagi dalam laci. Modal mereka kala itu hanya selembar ijazah SMA.
Wanmayetty: "Jadi, bukan bapakku saja yang hilang. Tapi pekerjaan juga hilang. Karena orang yang menjadi koneksi bapakku itu ketakutan menerima aku, karena aku dianggap eks-PKI. Jadi bekas-bekas PKI jaman dulu, bergerak kembali. Jadi digaris merahi, tiap wawancara digaris merahi. Bahwa kita warga Tanjung Priok, tak layak mendapat tempat kerja, dan kuliah pun sulit."
Diskriminasi pun jadi santapan sehari-hari. Adik Yetty, Nurhayati, misalnya, selalu dipersulit saat mengurus Surat Izin Kelakuan Baik.
Nurhayati: "Mba' dari Priok? Jakarta Utara? Saya bilang iya. Tapi dia nggak bilang sih saya ini korban Priok. Tapi dia bilang, kalau dari Priok biasanya banyak tato. Jadi alasan dia tuh begitu, jadi dia pengen, saya bisa buka baju. Di situ saya marah, saya ludahin tuh polisi, akhirnya saya keluar. Dari situ, kayaknya saya putus asa ngelamar ke sana ke mari. Saya ngerasa orang-orang itu mojokin saya."
Lima kali presiden berganti. Yang hilang tetap hilang. Korban dan keluarga korban belum mendapat keadilan.
Menunggu Keadilan
Hampir 25 tahun setelah peristiwa terjadi, barulah puluhan tentara diperiksa, termasuk Pangdam Jaya saat itu Try Sutrisno dan Panglima ABRI kala itu Benny Moerdani. Tapi tak semua petinggi TNI itu diajukan ke pengadilan pada 2003.
Padahal menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, para petinggi TNI ketika itu, mengetahui, membiarkan dan memerintahkan penguburan diam-diam terhadap korban tewas. Bahkan diduga ikut terlibat dalam merencanakan penculikan dan penghilangan orang secara paksa.
Ifdhal Kasim: "Proses pengadilannya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena banyak sekali kelemahan dalam proses pengadilan ini. Kasus ini masih tetap mencari keadilan, karena upaya penyelesaiannya tidak memberikan hasil nyata bagi para korban. Bisa dikatakan, peristiwa Tanjung Priok baru diselesaikan secara parsial. Yang didapatkan korban baru partial justice."
Dari 23 pelaku yang direkomendasikan untuk diadili oleh Komnas HAM, Pengadilan HAM Ad Hoc menyusutkan jumlah terdakwa menjadi 14 tentara. Setelah berjalan tiga tahun, semuanya bebas: Mayjen RA Butar-butar, Mayjen Pranowo, Mayjen Sriyanto dan Kapten Soetrisno Mascung dan sepuluh anak buah mereka.
Islah
Warga Tanjung Priok pun dipecah belah lewat pemberian islah oleh tentara. Iming-iming uang 1 sampai 2,5 juta atau motor per orang membuat 85 dari total 100 korban Tanjung Priok ikut di belakang Pangdam Jaya Try Sutrisno. Logika yang ditawarkan Try Soetrisno kala itu adalah perdamaian.
Try Sutrisno: "Saya kira, bukan TNI saja, tiap perdamaian di tanah air itu, melegakan semua orang. Yang harus disadari. Apa kita mau terus jadi negara yang carut marut."
Padahal islah tak lebih dari sebuah sogokan demi memberikan keterangan palsu di pengadilan. Supaya saksi melunakkan, atau bahkan mencabut kesaksian. Aminatun tak pernah sudi menerima islah.
Aminatun: "Nah, kalau itu, hanya tipu daya, kalau islah itu hanya disuap uang recehan. Kemudian, disuruh ngaku, disuruh buat kesaksian yang diinginkan oleh mereka. Bikin rekayasa, bikin perlawanan."
Belasan korban yang tersisa terus bertahan, hingga kini. (*)

Kerusuhan Priok, Bukti Kesalahan Birokrat

oleh Prima Sp Vardhana / Kompas

Kejar, tendang, seret, tangkap, gebuk, tebas.... Rentetan kejadian itu berujung, tiga petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) meregang nyawa, dan 134 orang luka-luka.

Satpol PP terlibat bentrok dengan warga Tanjung Priok saat berupaya mengambil alih lahan di sekitar kawasan Kompleks Makam Priok di Koja, Jakarta Utara, Rabu.

Eksekusi lahan sekitar makam tokoh Muslim Al Arif Billah Hasan bin Muhammad Al Haddad atau dikenal sebagai Mbah Priok, berubah menjadi kerusuhan berdarah, karena massa dan Satpol PP tersulut emosi, yang berlanjut saling lempar batu dan baku hantam.

Dengan embel-embel imbauan "jangan meniru adegan ini", sebuah stasiun televisi swasta menayangkan gambar seorang anggota Satpol PP terlentang di jalan raya "rame-rame" dipukul, ditendang, dilempar bahkan dirajam batu massa.

Dalam bagian tayangan berbeda, sejumlah petugas satpol PP menendang dan mengeroyok seorang warga. Di antara anggota satpol PP itu ada yang tertangkap kamera sedang memukul warga sambil mengisap sebatang rokok.

Dari gambar pewarta foto, tampak seorang bocah berusia belasan tahun yang terlibat aksi lempar ke petugas, akhirnya ditangkap, diseret dan dijadikan "bulan-bulanan" petugas. Sekujur tubuh bocah itu bersimbah darah.

Massa berusaha menggulingkan kendaraan water canon milik polisi saat pecah bentrokan dengan Satpol PP. Warga juga membakar sedikitnya 46 unit kendaraan milik Satpol PP dan Polri termasuk truk dan kendaraan berat.

Korban tewas insiden Priuk mencapai tiga orang anggota Satpol PP yakni M. Soepono, bertempat tinggal di Kelurahan Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Israel Jaya bertempat tinggal di Jatibening, Pondok Gede, Bekasi dan Ahmad Tadjudin yang beralamatkan Kelurahan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Korban luka-luka, polisi sebanyak 10 orang, Satpol PP (69 orang) dan warga (55 orang).

Insiden ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa prihatin. Presiden meminta agar rencana penertiban kawasan makam itu dihentikan.

"Saya minta status quo," kata Yudhoyono, dalam jumpa pers menjelang tengah malam. "Pilih cara atau pendekatan yang baik dalam melakukan penertiban meskipun secara hukum benar," katanya menegaskan.

Insiden Priok yang mengakibatkan korban jiwa, luka-luka dan miliaran rupiah itu mengerucut kepada pertanyaan apakah bentrok itu cermin dari masyarakat yang memilih kredo kekerasan hanya bisa diselesaikan dengan kekerasan?

Jawabnya, kekerasan bagaikan penyakit menular, demikian ahli filsafat Gabriel Possenti Sindhunata SJ. "Setiap orang yang terlibat dalam kekerasan, ingin melampiaskan kekerasannya kepada orang lain," katanya.

Kekerasan adalah bumerang. Kekerasan balik mengejar, menendang, menyeret, menangkap, menggebuk dan menebas lawan yang melepaskannya atau melawannya.

Menurut Sindhunata, dilawan atau tidak dilawan bahkan dibiarkan, akhirnya kekerasan sendiri yang senantiasa keluar sebagai pemenang.

Kekerasan diibaratkan sebagai si jago merah, dipadamkan dengan diguyur dengan air malah menyala besar bahkan melalap bagian bangunan lain, atau meminta korban jiwa.

Kekerasan bagaikan wabah, tidak diketahui dari mana datangnya, tapi tiba-tiba dan serta merta menyambangi dan menghantam manusia.

Kejadian Priok sungguh menyesakkan. "Bagaimana mungkin bangsa yang konon diagung-agungkan sebagai bangsa halus budi pekertinya dapat mengejar, menendang, menyeret, menangkap, menggebuk, merajam dan menebas sesama sambil menyunggingkan senyum, atau seraya menghisap sebatang rokok?"

"Saya sampaikan belasungkawa atas peristiwa ini," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Sementara itu, Kepala Satpol PP Harianto Badjoeri mengatakan, "Pasti ada sanksi bagi yang melakukan penyerangan terlebih dahulu."

Meskipun demikian, ia menyebut dengan menggunakan kalimat kondisional, jika ada petugas Satpol PP yang terbakar emosi kemudian balik menyerang, tindakan itu merupakan hal wajar. "Itu adalah dinamika di lapangan, toh kita diserang duluan. Itu manusiawi," katanya.

Dalam insiden Priok, petugas Satpol PP tidak membawa senjata dan membawa tameng ketika melakukan penertiban sementara warga yang mencoba mempertahankan bangunan liar di sekitar makam Mbah Priok telah menyiapkan batu, clurit, golok, dan pedang samurai.

Kepolisian Daerah Polada Metro Jaya merespons dengan mengerahkan sekitar 600 personil untuk mengamankan Koja, Tanjung Priok. Ratusan personil polisi itu berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara dan Polres Metro Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok, kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar saat dikonfirmasi melalui telepon selular di Jakarta, Kamis.

Semua sepakat kejadian Priok dapat dikategori sebagai tragedi kemanusiaan mengenaskan. Kejadian itu juga meneguhkan bahwa institusi kemasyarakatan sedang gonjang-ganjing karena ulah aparat dan warga yang brutal. Mereka lebih suka memakai bahasa kekerasan, yang berujung jatuhnya korban jiwa.

Insiden Priok sama dan sebangun dengan bahasa tragedi karena kental dengan kekerasan. Kekerasan selalu berbalas kekerasan, padu dalam istilah betawi, "Ente jual, ane beli". (*)

KERIS KUNO DI BAWAH SITUS MASJID

SEBILAH keris kuno ditemukan di situs mesjid kuno yang diyakini sebagai masjid kompleks keraton Mataram Islam di Pleret, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Sejauh ini, belum diketahui asal-usul keris berlekuk sembilan (luk songo) tersebut. Bilah keris sepanjang 45 sentimeter itu ditemukan oleh Tim Ekskavasi Situs Masjid Kauman Pleret di situs Masjid Kauman Pleret, Dusun Kauman, Wonokromo, Pleret, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (15/4/2010) petang. Keris ditemukan terkubur di kedalaman 120 sentimeter dengan kondisi tanpa pegangan maupun pembungkus. Lokasi penemuan berada sekitar lima meter di sisi luar bagian selatan fondasi bangunan induk masjid kuno. Ujung keris telah patah saat ditemukan. Seluruh bagiannya diselimuti tanah dan karat, sehingga detil keris tidak bisa dilihat. Namun, bagian dan lekuk keris masih dapat terlihat cukup jelas. Koordinator Lapangan Tim Ekskavasi Masjid Kauman Pleret Rully Andriadi mengatakan, keris tersebut ditemukan secara tak sengaja. "Tujuan kami semula adalah menemukan fondasi dan memetakan struktur bangunan mesjid kuno," katanya di lokasi penggalian, Jumat (16/4/2010). Hingga malam ini, belum diketahui asal-usul keris. Saat ini, tim ekskavasi gabungan Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta dan Balai Arkeologi Yogyakarta tengah berupaya membersihkan keris secara mekanis dengan menggunakan sikat dan kuas. "Yang pasti ini adalah keris kuno. Dilihat dari tingkat kerusakan dan karat, keris ini mungkin sudah terpendam beratus tahun," ujar Rully. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, keris akan dianalisa secara arkeologi untuk mengetahui usia dan jenis logam pembuat keris. Tim juga berencana melibatkan ahli keris untuk menentukan fungsi keris. Menurut Rully, penemuan keris ini menarik karena merupakan penemuan pusaka yang pertama di seluruh situs kompleks keraton Mataram Islam yang mulai diekskavasi secara bergilir sejak 2003. Ekskavasi yang berlangsung 1-31 April ini merupakan ekskavasi tahap ketujuh di Masjid Kauman Pleret. Selain situs Masjid Kauman Pleret, kompleks situs Keraton Mataram Islam meliputi situs Kerto, Pungkuran, Gunung Kelir, dan Kedaton. Menurut sejumlah referensi, kompleks Keraton Pleret dan Kerto merupakan pusat pemerintahan Mataram Islam sekitar Abad ke-17. Juru Kunci Situs Masjid Kauman Pleret Rahmat Fauzi mengatakan, berdasarkan bentuknya, keris diduga merupakan jenis Ki Brojol. Jenis ini biasanya digunakan dalam proses melahirkan karena diyakini dapat mengurangi rasa sakit. Selain itu, dalam penggalian tahap ketujuh di situs Masjid Kauman Pleret ini juga ditemukan potongan tulang serta gigi binatang. Terdapat pula temuan berupa empat fragmen keramik dan gerabah. "Tiga potongan adalah jenis keramik China dari Dinasti Ming dan satu potongan lagi jenis keramik Eropa," kata Arkeolog dari Balai Arkeologi Alifah. Menurut Alifah, temuan-temuan ini sangat berguna untuk mengungkap kehidupan di seputar keraton Mataram Islam itu. Sejauh ini, masih banyak hal yang belum diketahui mengenai keraton tersebut.

Kerusuhan Priok, Bukti Kesalahan Pemda Ambil Kebijakan

Kamis, 15 April 2010
oleh Prima Sp Vardhana / Kompas

Kejar, tendang, seret, tangkap, gebuk, tebas.... Rentetan kejadian itu berujung, tiga petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) meregang nyawa, dan 134 orang luka-luka.

Satpol PP terlibat bentrok dengan warga Tanjung Priok saat berupaya mengambil alih lahan di sekitar kawasan Kompleks Makam Priok di Koja, Jakarta Utara, Rabu.

Eksekusi lahan sekitar makam tokoh Muslim Al Arif Billah Hasan bin Muhammad Al Haddad atau dikenal sebagai Mbah Priok, berubah menjadi kerusuhan berdarah, karena massa dan Satpol PP tersulut emosi, yang berlanjut saling lempar batu dan baku hantam.

Dengan embel-embel imbauan "jangan meniru adegan ini", sebuah stasiun televisi swasta menayangkan gambar seorang anggota Satpol PP terlentang di jalan raya "rame-rame" dipukul, ditendang, dilempar bahkan dirajam batu massa.

Dalam bagian tayangan berbeda, sejumlah petugas satpol PP menendang dan mengeroyok seorang warga. Di antara anggota satpol PP itu ada yang tertangkap kamera sedang memukul warga sambil mengisap sebatang rokok.

Dari gambar pewarta foto, tampak seorang bocah berusia belasan tahun yang terlibat aksi lempar ke petugas, akhirnya ditangkap, diseret dan dijadikan "bulan-bulanan" petugas. Sekujur tubuh bocah itu bersimbah darah.

Massa berusaha menggulingkan kendaraan water canon milik polisi saat pecah bentrokan dengan Satpol PP. Warga juga membakar sedikitnya 46 unit kendaraan milik Satpol PP dan Polri termasuk truk dan kendaraan berat.

Korban tewas insiden Priuk mencapai tiga orang anggota Satpol PP yakni M. Soepono, bertempat tinggal di Kelurahan Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Israel Jaya bertempat tinggal di Jatibening, Pondok Gede, Bekasi dan Ahmad Tadjudin yang beralamatkan Kelurahan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Korban luka-luka, polisi sebanyak 10 orang, Satpol PP (69 orang) dan warga (55 orang).

Insiden ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa prihatin. Presiden meminta agar rencana penertiban kawasan makam itu dihentikan.

"Saya minta status quo," kata Yudhoyono, dalam jumpa pers menjelang tengah malam. "Pilih cara atau pendekatan yang baik dalam melakukan penertiban meskipun secara hukum benar," katanya menegaskan.

Insiden Priok yang mengakibatkan korban jiwa, luka-luka dan miliaran rupiah itu mengerucut kepada pertanyaan apakah bentrok itu cermin dari masyarakat yang memilih kredo kekerasan hanya bisa diselesaikan dengan kekerasan?

Jawabnya, kekerasan bagaikan penyakit menular, demikian ahli filsafat Gabriel Possenti Sindhunata SJ. "Setiap orang yang terlibat dalam kekerasan, ingin melampiaskan kekerasannya kepada orang lain," katanya.

Kekerasan adalah bumerang. Kekerasan balik mengejar, menendang, menyeret, menangkap, menggebuk dan menebas lawan yang melepaskannya atau melawannya.

Menurut Sindhunata, dilawan atau tidak dilawan bahkan dibiarkan, akhirnya kekerasan sendiri yang senantiasa keluar sebagai pemenang.

Kekerasan diibaratkan sebagai si jago merah, dipadamkan dengan diguyur dengan air malah menyala besar bahkan melalap bagian bangunan lain, atau meminta korban jiwa.

Kekerasan bagaikan wabah, tidak diketahui dari mana datangnya, tapi tiba-tiba dan serta merta menyambangi dan menghantam manusia.

Kejadian Priok sungguh menyesakkan. "Bagaimana mungkin bangsa yang konon diagung-agungkan sebagai bangsa halus budi pekertinya dapat mengejar, menendang, menyeret, menangkap, menggebuk, merajam dan menebas sesama sambil menyunggingkan senyum, atau seraya menghisap sebatang rokok?"

"Saya sampaikan belasungkawa atas peristiwa ini," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Sementara itu, Kepala Satpol PP Harianto Badjoeri mengatakan, "Pasti ada sanksi bagi yang melakukan penyerangan terlebih dahulu."

Meskipun demikian, ia menyebut dengan menggunakan kalimat kondisional, jika ada petugas Satpol PP yang terbakar emosi kemudian balik menyerang, tindakan itu merupakan hal wajar. "Itu adalah dinamika di lapangan, toh kita diserang duluan. Itu manusiawi," katanya.

Dalam insiden Priok, petugas Satpol PP tidak membawa senjata dan membawa tameng ketika melakukan penertiban sementara warga yang mencoba mempertahankan bangunan liar di sekitar makam Mbah Priok telah menyiapkan batu, clurit, golok, dan pedang samurai.

Kepolisian Daerah Polada Metro Jaya merespons dengan mengerahkan sekitar 600 personil untuk mengamankan Koja, Tanjung Priok. Ratusan personil polisi itu berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara dan Polres Metro Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok, kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar saat dikonfirmasi melalui telepon selular di Jakarta, Kamis.

Semua sepakat kejadian Priok dapat dikategori sebagai tragedi kemanusiaan mengenaskan. Kejadian itu juga meneguhkan bahwa institusi kemasyarakatan sedang gonjang-ganjing karena ulah aparat dan warga yang brutal. Mereka lebih suka memakai bahasa kekerasan, yang berujung jatuhnya korban jiwa.

Insiden Priok sama dan sebangun dengan bahasa tragedi karena kental dengan kekerasan. Kekerasan selalu berbalas kekerasan, padu dalam istilah betawi, "Ente jual, ane beli".
Read Full 0 komentar

Keris Kun Di Bawah Situs Masjid

Rabu, 14 April 2010
SEBILAH keris kuno ditemukan di situs mesjid kuno yang diyakini sebagai masjid kompleks keraton Mataram Islam di Pleret, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Sejauh ini, belum diketahui asal-usul keris berlekuk sembilan (luk songo) tersebut.

Bilah keris sepanjang 45 sentimeter itu ditemukan oleh Tim Ekskavasi Situs Masjid Kauman Pleret di situs Masjid Kauman Pleret, Dusun Kauman, Wonokromo, Pleret, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (15/4/2010) petang. Keris ditemukan terkubur di kedalaman 120 sentimeter dengan kondisi tanpa pegangan maupun pembungkus.

Lokasi penemuan berada sekitar lima meter di sisi luar bagian selatan fondasi bangunan induk masjid kuno. Ujung keris telah patah saat ditemukan. Seluruh bagiannya diselimuti tanah dan karat, sehingga detil keris tidak bisa dilihat. Namun, bagian dan lekuk keris masih dapat terlihat cukup jelas.

Koordinator Lapangan Tim Ekskavasi Masjid Kauman Pleret Rully Andriadi mengatakan, keris tersebut ditemukan secara tak sengaja. "Tujuan kami semula adalah menemukan fondasi dan memetakan struktur bangunan mesjid kuno," katanya di lokasi penggalian, Jumat (16/4/2010).

Hingga malam ini, belum diketahui asal-usul keris. Saat ini, tim ekskavasi gabungan Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta dan Balai Arkeologi Yogyakarta tengah berupaya membersihkan keris secara mekanis dengan menggunakan sikat dan kuas.

"Yang pasti ini adalah keris kuno. Dilihat dari tingkat kerusakan dan karat, keris ini mungkin sudah terpendam beratus tahun," ujar Rully.

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, keris akan dianalisa secara arkeologi untuk mengetahui usia dan jenis logam pembuat keris. Tim juga berencana melibatkan ahli keris untuk menentukan fungsi keris.

Menurut Rully, penemuan keris ini menarik karena merupakan penemuan pusaka yang pertama di seluruh situs kompleks keraton Mataram Islam yang mulai diekskavasi secara bergilir sejak 2003. Ekskavasi yang berlangsung 1-31 April ini merupakan ekskavasi tahap ketujuh di Masjid Kauman Pleret.

Selain situs Masjid Kauman Pleret, kompleks situs Keraton Mataram Islam meliputi situs Kerto, Pungkuran, Gunung Kelir, dan Kedaton. Menurut sejumlah referensi, kompleks Keraton Pleret dan Kerto merupakan pusat pemerintahan Mataram Islam sekitar Abad ke-17.

Juru Kunci Situs Masjid Kauman Pleret Rahmat Fauzi mengatakan, berdasarkan bentuknya, keris diduga merupakan jenis Ki Brojol. Jenis ini biasanya digunakan dalam proses melahirkan karena diyakini dapat mengurangi rasa sakit.

Selain itu, dalam penggalian tahap ketujuh di situs Masjid Kauman Pleret ini juga ditemukan potongan tulang serta gigi binatang. Terdapat pula temuan berupa empat fragmen keramik dan gerabah. "Tiga potongan adalah jenis keramik China dari Dinasti Ming dan satu potongan lagi jenis keramik Eropa," kata Arkeolog dari Balai Arkeologi Alifah.

Menurut Alifah, temuan-temuan ini sangat berguna untuk mengungkap kehidupan di seputar keraton Mataram Islam itu. Sejauh ini, masih banyak hal yang belum diketahui mengenai keraton tersebut.(ico/kompas)
Read Full 0 komentar

Tragedi Priok1984: Tragedi Kemanusiaa Era Orde Baru

oleh Prima Sp Vardhana / Radio Nederlands


SEKITAR 25 tahun silam, di tempat sama terjadi sebuah peristiwa pelanggarn HAM (Hak Asasi Manusia) berat. Korban tragedi tersebut ada dua versi. Menurut pemerintah tidak lebih dari 80 korban jiwa, tapi menurut saksi mata Husein Safe (64th), jumlahnya lebih dari 300-an jiwa lebih. Dasar pertimbangannya adalah pemandangan yang disaksikan oleh mata kepalanya:

"Saya lihat tentara mengangkuti mayat demikian banyaknya. Truk tentara bolak-balik mengangkut mayat-mayat yang berserakan dijalan," kata pria betubuh agak legam itu dengan menitikkan air mata.

Tragedi itu bermula dari kabar burung, bahwa empat hari sebelum banjir darah di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, 1984. Anggota ABRI bernama Hermanu dikabarkan masuk ke mushala warga tanpa membuka sepatu. Hermanu mencopot dan merobek pamflet yang mengeritik kebijakan pemerintahan Soeharto. Soal Pancasila sebagai asas tunggal.

Sang tentara bahkan dikabarkan menyiram sebagian mushala dengan air got. Warga marah. Sepeda motor Hermanu dibakar. Empat warga yang membakar sepeda motor pun ditahan di Kodim Jakarta Pusat.

12 September 1984, warga menggelar Tabligh Akbar dekat kantor polisi. Ada ribuan jemaah yang berkumpul. Isi ceramahnya keras dan kritis terhadap pemerintahan Orde Baru. Barang langka kala itu. Ratono, salah satu korban Tanjung Priok, saat itu ikut berceramah.

Ratono: "Dan bagi semua yang menindas, pasti akan hancur dan kita kan tegar. Acara 25 tahun tragedi berdarah Tanjung Priok, orang yang berani mengeritik kebijakan pemerintah Orde Baru pada waktu itu sangat langka."

Demo damai
Sejam sebelum tengah malam, hujan turun. Tokoh masyarakat Amir Biki mengajak jemaah Tabligh Akbar untuk berdemo ke Kodim, menuntut pembebasan empat warga mereka yang ditahan di sana. Husein Safe ada di barisan terdepan.

Husein Safe: "Jam 10 malam itulah, baru ada rencana demo ke Kodim. Itu demo ya, bukan maksudnya apa-apa. Kita demo meminta empat teman kita dipindahkan ke sini, ke polres. Nah, karena itu kan urusan polisi bukan urusan TNI, nah itu yang kami minta."

Berjarak dua meter dari tentara, warga dihadang. Ada sebelas tentara, semuanya dalam posisi siap menembak.

Kaki Husein Safe tertembus peluru. Di kiri kanan Husein, orang mati atau terluka.

Rombongan kedua yang dipimpin Amir Biki pun tiba. Maksud hati hendak menyelamatkan Husein dan kawan-kawan. Lagi-lagi disambut dengan kekerasan. Rentetan tembakan hanya sepuluh menit, tapi terasa seperti sepanjang malam.

Tak lama empat truk dan satu mobil pemadam kebakaran datang. Korban tewas dan luka diangkut. Aspal yang hitam kemerahan langsung disiram air.

Jadi buron
Kisah penculikan mengisi fragmen berikutnya. Warga yang terlibat pengajian itu satu per satu menghilang. Ratono berupaya menghindar dengan tinggal berpindah-pindah.

Ratono: "Kayaknya ini sudah nggak aman. Saya langsung kabur, lari pulang. Pertama ke Ciputat, ke Bogor sebentar, terus Cianjur. Ya buronanlah, sampai terakhir saya ke Pandeglang. Pas 40 hari persis saya ditangkap. Itu pun karena isteri saya, yang terus diikutin sama intel. Gitu kan."

Aminatun yang membantu memperbanyak dokumen kronologis penembakan warga di Tanjung Priok, ikut diangkut bersama kakaknya.

Aminatun: "Malam tanggal 14 itu, digerebek rumah saya. Jam 12 saat saya mau tidur. Terus ketok-ketok pintu gitu loh. Ternyata melihat kakak saya sudah diborgol."

Ratono dan Aminatun dicecar pertanyaan seputar malam Tabligh Akbar. Lewat tangan tentara, siksaan mampir ke tubuh mereka.

Ratono: "Pokoknya tiga orang gebukin saya dari belakang. Di depan juga ada, terus sampai meleng begini kan di sel itu diborgol. Sampai saya bilang, Allahu Akbar! Tiga orang gebuk saya, meleng begini kan. Dihajar saya, Duash! Sampai pingsan, baru berhenti. Terus disetrum, Ces-ces-ces!"

Aminatun: "Waktu itu depresi saya, karena waktu itu, tiap malam diganggu. Jadi ditakut-takutin, ada yang mau memperkosa, ada yang mau masuk, mau dibunuh segala. Ya, sebenarnya, kalau buat saya kalau dibunuh itu kan mati, nggak masalah. Kenapa pakai ada suara-suara siksaan-siksaan. Jadi diperdengarkan suara-suara siksaan-siksaan itu setiap malamnya."

Dosa Turunan
Bertahun-tahun peristiwa berlalu, masih menyisakan kepedihan bagi keluarga korban. Hidup Wanmayetty sontak berubah begitu ayahnya menghilang dari bumi, pasca tragedi Tanjung Priok. Hidupnya berjalan terseok-seok. Sekolah mandek, cita-cita disimpan lagi dalam laci. Modal mereka kala itu hanya selembar ijazah SMA.

Wanmayetty: "Jadi, bukan bapakku saja yang hilang. Tapi pekerjaan juga hilang. Karena orang yang menjadi koneksi bapakku itu ketakutan menerima aku, karena aku dianggap eks-PKI. Jadi bekas-bekas PKI jaman dulu, bergerak kembali. Jadi digaris merahi, tiap wawancara digaris merahi. Bahwa kita warga Tanjung Priok, tak layak mendapat tempat kerja, dan kuliah pun sulit."

Diskriminasi pun jadi santapan sehari-hari. Adik Yetty, Nurhayati, misalnya, selalu dipersulit saat mengurus Surat Izin Kelakuan Baik.

Nurhayati: "Mba' dari Priok? Jakarta Utara? Saya bilang iya. Tapi dia nggak bilang sih saya ini korban Priok. Tapi dia bilang, kalau dari Priok biasanya banyak tato. Jadi alasan dia tuh begitu, jadi dia pengen, saya bisa buka baju. Di situ saya marah, saya ludahin tuh polisi, akhirnya saya keluar. Dari situ, kayaknya saya putus asa ngelamar ke sana ke mari. Saya ngerasa orang-orang itu mojokin saya."

Lima kali presiden berganti. Yang hilang tetap hilang. Korban dan keluarga korban belum mendapat keadilan.

Menunggu keadilan
Hampir 25 tahun setelah peristiwa terjadi, barulah puluhan tentara diperiksa, termasuk Pangdam Jaya saat itu Try Sutrisno dan Panglima ABRI kala itu Benny Moerdani. Tapi tak semua petinggi TNI itu diajukan ke pengadilan pada 2003.

Padahal menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, para petinggi TNI ketika itu, mengetahui, membiarkan dan memerintahkan penguburan diam-diam terhadap korban tewas. Bahkan diduga ikut terlibat dalam merencanakan penculikan dan penghilangan orang secara paksa.

Ifdhal Kasim: "Proses pengadilannya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena banyak sekali kelemahan dalam proses pengadilan ini. Kasus ini masih tetap mencari keadilan, karena upaya penyelesaiannya tidak memberikan hasil nyata bagi para korban. Bisa dikatakan, peristiwa Tanjung Priok baru diselesaikan secara parsial. Yang didapatkan korban baru partial justice."

Dari 23 pelaku yang direkomendasikan untuk diadili oleh Komnas HAM, Pengadilan HAM Ad Hoc menyusutkan jumlah terdakwa menjadi 14 tentara. Setelah berjalan tiga tahun, semuanya bebas: Mayjen RA Butar-butar, Mayjen Pranowo, Mayjen Sriyanto dan Kapten Soetrisno Mascung dan sepuluh anak buah mereka.

Islah
Warga Tanjung Priok pun dipecah belah lewat pemberian islah oleh tentara. Iming-iming uang 1 sampai 2,5 juta atau motor per orang membuat 85 dari total 100 korban Tanjung Priok ikut di belakang Pangdam Jaya Try Sutrisno. Logika yang ditawarkan Try Soetrisno kala itu adalah perdamaian.

Try Sutrisno: "Saya kira, bukan TNI saja, tiap perdamaian di tanah air itu, melegakan semua orang. Yang harus disadari. Apa kita mau terus jadi negara yang carut marut."

Padahal islah tak lebih dari sebuah sogokan demi memberikan keterangan palsu di pengadilan. Supaya saksi melunakkan, atau bahkan mencabut kesaksian. Aminatun tak pernah sudi menerima islah.

Aminatun: "Nah, kalau itu, hanya tipu daya, kalau islah itu hanya disuap uang recehan. Kemudian, disuruh ngaku, disuruh buat kesaksian yang diinginkan oleh mereka. Bikin rekayasa, bikin perlawanan."

Belasan korban yang tersisa terus bertahan, hingga kini.(*)
Read Full 0 komentar

Pasangan SUCI Sosialisasikan Rekom DPP PKB

Selasa, 13 April 2010
oleh Nico Miftahurahman / Prima Sp Vardhana

MISTERI turunnya Rekom DPP PKB pada pasangan Calon Bupati (Cabup) dan Calon Wakil Bupati (Cawabup) H. Saiful Ilah dan H. Muhammad Ngatino Hadi Sutjipto, Selasa (13/04) siang, disosialisasikan di kantor DPC PKB Sidoarjo Jalan Airlangga no 1 Sidoarjo.

Selain untuk memberi kepastian pada jajaran pengurus PAC PKB Se-Sidoarjo, tentang turunnya Rekom DPP PKB yang memilih pasangan Wakl Bupati Sidoarjo dan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekdakab Sidoarjo itu sebagai calon yang akan diusung dalam Pemilukada 2010, Juni mendatang. Sosialisai yang juga dihadiri jajaran Dewan Syuro DPC PKB Sidoarjo itu, secara politis untuk mematahkan intrik politik ”Kubu Kelopo Sepoloh” yang berambisi membegal perjalanan Syaiful Ilah merebut tahta W-1.

Sebagai informasi tambahan, Kubu Kelopo Sepuluh adalah kelompok yang dipimpin KH Abdi Manaf. Kabar yang berhasil dikumpulkan Harian TRIBUN INDONESIA, Jakarta, dan TRIBUN ONLINE, kelompok ini memaksakan kehendak agar Sekretaris DPC PKB Choiri Mahfudz dipilih Syaiful Ilah sebagai pasangan yang diusung PKB Sidoarjo maju dalam Pemilukada 2010. Namun keinginan tersebut tidak dituruti Saiful Ilah yang lebih memilih Hadi Sutjipto. Alasan Ketua PKB Sidoarjo itu sangat realistis. Choiri tidak memiliki pendukung yang membumi di masyarakat Sidoarjo, sehingga menggandeng Choiri akan membuat peluang PKB merebut tahta W-1 sangat rawan.

Penolakan tersebut rupanya membuat Kubu Kelopo Sepoloh yang konon dibiayai PT. Minarak Lapindo Jaya itu masgul, sehingga mereka berkali-kali melakukan manuver politik untuk menggagalkan langkah Syaiful Ilah melaju daam Pemilukada 2010. Tidak hanya itu, kubu ini juga melakukan intrik politik bertujuan merusak citra Hadi Sutjipto di kalangan PAC. Manuver yang dilakukan adalah mengumpulkan PAC dan ”merayunya” dengan iming-iming rupiah bernilai jutaan rupiah untuk mengisi memberikan tanda-tangan mencabut dukungan pada Ketua Takmir Masjid Agung, Sidoarjo, itu.

Blangko berisi 12 tanda-tangan pegurus PAC dan beberapa pengurus PKB Sidoarjo itu selanjutnya dikirimkan ke Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB, Drs. H. Muhaimin Iskandar, MSi dengan tujuan membatalkan menerbitkan rekomendasi pada pasangan Syaiful Ilah-Hadi Sutjipto sebagai calon yang diusung PKB Sidoarjo dalam Pemilukada 2010.

Ironisnya, intrik politik licik Kubu Kelopo Sepoloh itu gagal total. Muhaimin Iskandar lebih memilih merekomendasi duet Syaiful Ilah-Hadi Sutjipto. Pertimbangan politisnya, pasangan tesebut berpeluang besar memenangkan Pemilukada 2010. Selain itu, berdasar surat keterangan yang dikirimkan mayoritas pengurus PAC ke DPP, yang menegaskan tidak pernah mengajukan penarikan dukungan atas Hadi Sutjipto sebagai Cawabup dari PKB Sidoarjo untuk mendampingi Syaiful Ilah. Nama mereka dan stempel yang da dalam blanko penarikan dukungan itu merupakan hasil rekayasa. Buktinya adalah bentuk tanda tangan mereka yang tidak sama dengan miliknya.

Pertimbangan lain Muhaimin atas sosok Hadi Sutjipto, karena pria ramah ini merupakan sosok hasil tiga kali istikhoroh yang dilakukan para Kyai PKB dan NU Cabang Sidoarjo. Selain itu, secara politis sosok ini memiliki ”People Power” yang sangat fanatik dan siap memuluskan langkah PKB Sidoarjo kembali meebut tahta W-1. Dengan latar belakang sebagai mantan Kepala Dinas Infokom dan Kepala Dinas Pendidikan Kab. Sidoarjo, pria ramah ini di atas kertas telah mengantongi dukungan yang memastikan dari sekitar 29.000-an guru PNS dan Honorer se-Sidoarjo. Jumlah itu belum termasuk keluarga dari para guru tersebut, yang memungkinkan dari basis pendidik saja bisa mengumpulkan sekitar 58.000 suara dukungan.

Jumlah dukungan suara itu bisa membengkak berlipat kali, karena PakTjip (panggilan akrab Hadi Sutjipto, red.) sangat populer di kalangan PNS Kabupaten Sidoarjo, karena karakter ramah dan ringan tangan dalam memberi bantuan para koleganya. Selain itu, di kalangan umum Pak Tjip merupakan sosok yang terlibat aktif sedikitnya dalam 10 organisasi kemasyarakatan. Selain sebagai Ketua Takmir Masjid Agung, ia juga Ketua Kwartir Cabang Pramuka Sidoarjo, Ketua Harian KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Sidoarjo, Wakil Ketua BAZ (Badan Amil dan Zakat) Sidoarjo. Tak pelak lagi, di atas kertas peluangnya untuk mendapatkan dukungan suara di atas 200 ribu suara pendukung

Saksi Politik

Dalam acara sosilisasi itu, H. Saiful Ilah tiba di kantor DPC PKB dengan menggunakan mobil dinas Honda Accord W 9308 BS. Usai memasuki kantor DPC PKB, pria bertubu subur itu langsung melakukan kordinasi sebelum mengumumkan rekomendasi yang dikantonginya.

Kendati dalam sosialisasi itu, Saiful Ilah tak menunjukkan fisik rekomendasi yang jatuh ketangannya. Namun, Ketua PKB Sidoarjo ini menegaskan langsung akan tancap gas menggerakkan motor partai yang ada.

”Rekom DPP yang menunjuk saya dan Pak Tjip sebagai Cabup dan Cawabup untuk tampil dalam Pemilukada 2010 sudah ditangan saya. Kalau saat ini, saya tidak membawa Rekom tersebut, karena secara politis terbitnya Rekom tersebut ada saksinya yaitu Desk Pilkada PKB,” kata Saiful Ilah dengan suara lantang.

Penjelasan Syaiful Ilah itu ditegaskan Ketua tim desk pillkada PKB Sidoarjo, H Imam Rahmat bahwa Rekom tersebut sudah terbit dan sudah dilihatnya. Nomor Rekom tersebut 5104/DPP/A.1/III/2010 per 31 Maret 2010. ”Karena Rekom dari DPP sudah terbit, saya berharap seluruh struktur partai dan mesin politik untuk mengamankan turunnya rekom tersebut sebagai suatu bentuk amanah yang harus didukung,” kata Imam Rahmat. (ico/vd)
Read Full 0 komentar

DKI Pertahankan Mahkota Juara Kejurnas Inkai 2010

Minggu, 28 Februari 2010

oleh Prima Sp Vardhana

KEJUARAAN Nasional (Kejurnas) Institut Karate-do Indonesia (Inkai) 2010 telah selesai Minggu (28/2) lalu. Selama tiga hari pertarungan antar karateka andalan pengprov perguruan se-Indonesia di GOR Kertajaya Surabaya itu, ternyata peta kekuatan dua besar tidak berubah dari hasil Kejurnas dua tahun lalu. Peringkat satu atau juara umum tetap disandang oleh Kontingen DKI Jaya, sementara tuan rumah Jawa Timur harus iklas duduk di peringkat runner-up.
Kendati peringkat dua besar nasional tidak mengalami perubahan. Namun, terjadi selisih perolehan medali yang sangat signifikan. Jatim menempati peringkat runner-up dengan perolehan medali 10 emas, 9 perak, dan 11 perunggu, sementara DKI Jaya mempertahankan predikat juara umum dengan raihan medali 32 emas, 14 perak, dan 15 perunggu.
Read Full 0 komentar

Wiwied Menebar Janji Menuai Kecaman

Kamis, 25 Februari 2010
oleh Prima Sp Vardhana / Profil Serie-2 Habis

SEPANJANG mengikuti kampanye pencitraan diri yang dilakukan Bambang Prasetyo Widodo atau karib disapa Wiwied Soewandi, sepintas lalu sosok putra mantan Bupati Sidoarjo, Soewandi ini mampu memagis sebagian masyarakat yang dikunjungi. Sehingga dirinya pun jadi sosok calon bupati yang menjanjikan untuk membawa kemakmuran pada Kab. Sidoarjo.

Padahal semua janji-janjinya yang bernuansa keberpihakan pada wong cilik dengan wacana Tilik Deso, Noto Deso, Mbangun Kuto itu, hanyalah sebuah orasi politik hasil kecerdikan tim suksesnya. Targetnya kecilnya sekadar sebagai magis pengumpul suara dukungan untuk memuluskan ambisi pribadi dan golongan untuk menguasai Kab. Sidoarjo. Sedangkan target utamanya adalah “mengamankan” bisnis keluarga Bakrie yang terancam akibat tragedi sumur Banjar Panji (populer sebagai Tragedi Lumpur Lapindo, red.).
Read Full 0 komentar

Wiwied Suwandi Boneka Politik Bakrie Grup

Rabu, 24 Februari 2010
oleh Prima Sp Vardhana / Profil Serie-1

GAGAL memenuhi janji melunasi komitmen cash and carry pada mayoritas korban lumpur Lapindo, ternyata tidak membuat PT. Minarak Lapindo Jaya terserang rasa malu dan pekiwuh. Perusahaan juru bayar PT Lapindo Brantas yang menangani urusan jual beli aset tanah dan bangunan korban luapan lumpur sumur Banjar Panji ini, justru bersikap kurang simpati dan miskin empati.
Sikap itu ditunjukkan dengan ambisi anak perusahaan keluarga  Grup Bakrie ini dengan mengikuti perebutan tahta Bupati Sidoarjo lewat Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), yang rencananya diselenggarakan April 2010 mendatang. Besarnya ambisi tersebut diproyeksikan dengan menurunkan dua calon andalan mereka, yang dilengkapi dana puluhan miliar rupiah sebagai stimulus merebut tahta W-1.
Read Full 0 komentar
 

Free Blog Templates

Easy Blog Trick

Blog Tutorial

© 3 Columns Newspaper Copyright by SWARA ONLINE | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks